Cahaya Allah di Atas Hati

Cahaya Allah di Atas Hati
Jikalau hatimu gundah, Allah tempat menenangkan jiwa

Rabu, 08 Oktober 2014

Refleksi 1 : Hakekat Pernikahan dipandang dari Ilmu Filsafat




Hakekat Pernikahan dipandang dari Ilmu Filsafat

Terinspirasi oleh Perkuliahan Prof.Dr. Marsigit, M.A
Bidang Filsafat Ilmu
Pada hari Kamis, 02 Oktober 2014 (08.00 WIB)

            Pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral dan merupakan ibadah seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan menikah, hidup menjadi lebih tentram dan dapat menghindarkan kita dari perbuatan zina. Pernikahan seharusnya dilandasi dengan rasa cinta yang dapat menghantarkan kita pada cinta yang hakiki, yaitu Allah SWT. Karena hanya Dia yang menjadikan makhluknya berpasang-pasangan untuk menghasilkan keturunan yang tumbuh dengan dilandasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.
            Pernikahan ada hubungannya dengan filsafat yang bersifat materiil, formal, normatif dan tingkatan yang paling tinggi nilainya adalah spiritual. Bentuk materiil dalam pernikahan yaitu bentuk nyatanya, misal harus ada yang dinikahkan. Bagaimana tidak? Bayangkan sebuah keluarga membuka hajatan pernikahan yang sangat besar dengan dekorasi ruang yang megah namun di sana tidak ada sepasang calon mempelai. Apa jadinya? Pernikahan pun tidak sah dan menurut pandangan filsafat, hal ini menunjukkan ketidaksopan seseorang terhadap ruang dan waktu.
            Jika dipandang dari segi normatif, dapat kita bagi menjadi tiga kategori yaitu filsafat antologi, epistimologi dan etik-estetika. Menurut ilmu estimologi, pernikahan harus didasarkan pada sumber-sumber tentang pernikahan. Dalam pernikahan beda suku misalnya, setiap mempelai harus mempelajari adat-istiadat masing-masing agar keduanya bisa melebur di lingkungan yang baru. Sehingga bisa diterima dengan baik di masyarakat.
            Pada tingkatan yang paling tinggi yaitu spiritual, kedua pasangan yang menikah meleburkan diri menjadi satu dalam bingkai ibadah pada Sang Khalik. Saling menghargai satu sama lain dan ikhlas menerima kelebihan maupun kekurangan masing-masing. Suami dan istri harus selalu menjaga keharmonisan rumah tangga, salah satunya adalah menjalin interaksi maupun komunikasi yang baik. Keduanya harus saling melengkapi dan siap menjalani kehidupan dalam suka maupun duka.

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar