Gemilang
di Langit Kelabu
Meski semua
orang telah meninggalkanku, aku masih punya Allah, tempat berkeluh kesah segala
sesuatu yang menimpa diriku saat ini . Beribu-ribu permasalahan datang silih
berganti menghampiri hidupku. Mereka tak jenuh jua menghilang dari warna-warni
hidupku. Tetapi semua itu tak menyurutkan niatku guna mengejar cita-cita,
Hongkong, sebentar lagi aku akan merengkuhmu lewat sederet semangat yang harus
ku sematkan dalam jiwa yang mulai merapuh dan aku harus segera bangkit dari
kehidupan serba runyam ini. Jenuh??? Ya, setiap orang mungkin pernah mengalami
kejenuhan, seperti aku, setiap pagi siang sore aktivitas ku hanyalah memungut
sampah dari rumah ke rumah. Tak jarang, orang-orang di kompleks gubugku
mennyebutku manusia sampah. Aku tak mempunyai tempat tinggal yang pasti.
Terkadang di emperan toko, di pinggir jalan, dan yang paling sering ku jadikan
kasur empuk untuk tidur...ya tumpukan sampah itu sendiri. Ngeri bukan???
Bagiku, itu sudah menjadi pemandangan yang biasa menghinggapiku setiap hari.
Hingga saat ini,
inilah aku, sendiri, hidup sebatangkara tanpa kasih sayang Ayah, Bunda, Bulik,
Paklik, atau siapa sajalah. Hanya tinggal satu keluarga dekatku, Paklik Yahya yang
rumahnya di seberang pulau. Jauh memang, maka dari itu, tak mungkin aku
silaturahmi ke sana. Semua serba repot, tak ada uang, tak bisa pergi, terpaksa
ku tunda niatku menjenguk Paklik di sana. Toh Paklik juga tak peduli dengan
keadaanku sekarang. Buktinya, 2 tahun yang lalu sejak kepergian Ibu, jangankan
menengok, telpon saja tak pernah. Padahal, hanya ini satu-satunya barang
berhargaku yang Ayah hadiahkan kepadaku, HP jadul yang bisa dimanfaatkan jika
aku membutuhkan sesuatu. Tapi, bagiku sama saja Yah, tak ada yang peduli
denganku. Ya...mungkin hanya Si Badri yang setia menemaniku sms kala malam saat
kejenuhan mulai menggelayutiku.
Hoohh...aku
membuang nafas kala matahari tepat di atas ubun-ubunku, otak mulai mendidih
karena memang sengatannya luar biasa, tak seperti biasanya. Aku kelelahan
setelah seharian mengais-ngais sampah yang tak seberapa ku dapatkan hari ini.
Entahlah, mungkin orang-orang mulai terketuk kesadarannya. Bisa saja mereka
telah memisahkan sampah-sampah itu lalu menjualnya dan diprodulsi menjadi
barang yang lebih bermanfaat , meski aku akan mengalami sedikit kerugian karena
perlakuan mereka. Ya, tak apalah, setidaknya mereka tak lagi seenaknya melempar
sampah, seperti yang pernah ku alami tempo dulu. Tragedi Perumahan Permai Pavil
no.57, hampir saja merenggut nyawaku. Bayangkan, saat hendak mengambil sampah
di depan rumah mewah itu, tiba-tiba pecahan botol minuman keras mendarat keras,
tepat mengenai pelipisku. Benda itu terlempar dari dalam rumah megah itu, dan
seketika aku terhuyung, darah mengalir deras hingga membasahi tubuhku. Kala
itu, Ayah masih hidup, ia langsung membawaku ke klinik terdekat. Syukurlah,
dokter bergerak cepat, sehingga nyawaku masih bisa tertolong meski 10 jahitan
harus ku rasa dengan keperihan luar biasa. Ayah....jika ku ingat semua itu, tak
dapat ku sembunyikan jika air mataku ikut menetes deras seperti darah yang
pernah mengalir dan kau menyekanya dengan penuh kasih sayang. Saat ini, aku
membutuhkan sosok sepertimu. Aku merindukanmu Yah.....
“Lang, kau harus
katakan SELAMAT padaku, ayolah...mau tau kenapa??hahaha....”
“Paling juga si
anak gedongan berambut pirang itu yang membuatmu tambah stress seperti
ini. Setiap pagi siang sore pekerjaanmu melamun, senyam-senyum, sms
an....mendingan bantuin aku. Noh, masih banyak sampah yang belum kau ambil !
huhh..ni anak”
“Rumah....Rumah
Gemilang gimana? Udah kau angkut sampahnya?”
“Belum...khusus
buat kau Dri. Kurang baik apa aku? Tak akan ku ambil sampah di rumahnya, itu
sudah menjadi kewajibanmu kalau urusan yang satu ini.”
“Hahaha...bisa
aja kau Lang.” Bdri menyenggol bahuku dan segera berlari menuju rumah gedongan
milik pengusaha sapi perah yang anaknya ditaksir Si Badri. Sebut saja namanya
Gemilang, cantik rupawan, mirip artis blasteran, Arumi Bachin. Cukuplah ia
berjalan , semua orang terpukau melihat keanggunannya. Apalagi kalau tersenyum,
hmmm...dijamin laki-laki manapun klepek-klepek dibuatnya. Termasuk Badri,
haha...dasar tuh anak. Berani-beraninya ia sms dengannya, berbohong pula.
Ngaku-ngaku aja jadi pengusaha sukses, eh, kenyataannya pengusaha amburadul.
Aku tersenyum, cengar-cengir membayangkan tingkah temanku yang satu ini. Tapi,
apapun itu kau Dri, kan ku selipkan namamu khusus di deretan awal kamus
perjalanan hidupku. Aku kurang baik apa coba??!! Huuu.....
Bersambung ...