Kali ini, aku
merantau guna memantapkan hati untuk melanjutkan study di kota pelajar Yogyakarta. Untuk beberapa tahun ke depan,
Jogja akan selalu menemani hari-hariku lewat ilmu-ilmu baru yang akan selalu
mengalir untukku tentunya. Tak terbesit di fikirku kalau takdir membawaku ke
sebuah tempat yang menurutku akan sangat memberi pengalaman berharga. Betapa
bahagianya Ibu ketika mendengar berita bahwa aku mendapatkan beasiswa untuk
kuliah di sebuah Universitas Negeri di Jogja. Wajahnya tiba-tiba merah merona
dan sedikit demi sedikit air matanya menetes membasahi wajahnya yang ayu. Aku
mendekap erat Ibu sembari meluapkan kerinduan yang mungkin tak akan ku dapatkan
setiap hari selama kepergianku ke Jogja. Ibuku sayang, jangan menangis Bu,
anakmu yang paling bandel ini meminta restu Ibu, Izinkan Rama mewujudkan
cita-cita nyata di kota baru yang telah siap menyambut kedatanganku.
Berat memang, meninggalkan kampung
halaman yang telah mendarah daging di hati kita. Terutama Ibu, Ibu yang setiap
pagi memasakkan masakan terlezat yang pernah aku rasakan, sekarang aku harus
memasak sendiri, tanpa mencium bau sedap masakan Ibu. Setiap pagi, ketika akan
berangkat sekolah, selalu ku cium tangan Ibu dan Ibu yang selalu mendoakanku, sekarang...
lagi-lagi aku harus mandiri dan tak ada sosok terhebat di sampingku. Air mataku
mulai berlinang bersamaan dengan keberangkatanku menuju kota pelajar. Bus patas
membawaku melaju cepat bersama hembusan angin sepoi-sepoi di malam benderang.
Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB, langit malam itu begitu sempurna. Bulan
purnama dan ribuan bintang-bintang menghiasi langit Madiun, Jawa Timur. Tak
terasa, sudah 2 jam aku berada dalam bus bersama orang-orang yang ternyata satu
tujuan denganku: Jogja. Begitu populernya kota itu, tak disangka, aku akan
memasukimu Jogja, lewat kegigihanku memantapkan hati di kampus baru guna
mewujudkaan cita-cita yang telah ku idam-idamkan, menjadi Master Sastra Arab yang
berguna bagi orang lain. Amiin
Ust. Ibrahim, seorang pimpinan pondok pesantren Terang mBulan di daerahku lah yang menjadi motivatorku.
Beliau yang mengarahkanku untuk mendalami sastra Arab. Begitu indahnya huruf
Arab dan makna di baliknya, membuatku ingin tahu lebih jauh dan mengkajinya secara
mendalam. Sahabatku seiman dan seirama : Hafiz, Haidar, Ihwan tanpa kalian,
hidup ini kurang berwarna. Kalian yang selalu membuat hari-hari yang t’lah kita
lewati menjadi penuh canda tawa, senyuman, ke-gokilan , hahaha..... Kita yang
selalu bergenggaman tangan- saling memberi dorongan semangat, tetaplah
beristiqomah untuk ini, genggaman hati ini lebih kuat, meskipun ragaku berada
di Jogja. Tetaplah kota Jombang sebagai awal dan akhir ku menyongsong
perjuangan dan cita-cita. Sebuah pondokan di Jombang yang telah membuka mata
hatiku, pondok pesantren Terang mBulan, di sana ku temukan berbagai sumber
ilmu, inspirasi, semangat, bersama orang-orang luar biasa. Ramadhan akan selalu
mengingat dan merindukan masa-masa itu.
Faida
Mumtadz, juga merupakan motivasi nyata yang senantiasa menyibakkan
hariku menjadi biru bak permadani Samudera. Bayangkan, dialah sahabatku dari kecil yang
selalu mensuport keinginanku hingga detik ini. Ia sosok
mengagumkan di mataku, lembut hatinya, bahkan ku pikir, tak pernah sedikitpun
ia menyakitiku maupun orang lain di sekelilingnya. Pandangannya penuh keteduhan,
wajah ayunya bercahaya. Aida, beruntungnya aku memiliki sahabat sebaik kamu.
Terimakasih atas semua dukungan dan doa-doa yang selalu kau kirimkan kepadaku
selama ini. Kau sudah seperti bagian dari hidupku yang selalu menaungi
hari-hariku layaknya mentari sebagai penerang, bulan sebagai penyejuk malam dan
awan layaknya penaung kesejukan jiwa. Aku tak tahu harus bagaimana membalas
kebaikan dan ketulusanmu. Mungkin saat ini, hanya doa yang dapat ku berikan
kepadamu lewat sayup-sayup syahdunya malam.
Huhhff...ku
hembuskan nafas sambil ku seka keringat yang menetes di pipi. Malam ini, entah
mengapa mendadak ku merasa darah mengalir deras dari dalam tubuh dan udara
begitu panas. Mungkin karena ada pergantian musim dalam kurun waktu yang tak
lama lagi, atau mungkin karena kekhawatiranku akan sebuah kerinduan kampung
halaman dan orang-orang hebat yang pernah mengisi hari-hariku ketika nanti
telah ku injakkan kaki di Jogja. Aku yang selalu terbiasa hidup di tengah-tengah
mereka, mulai besok, wajah-wajah penuh arti itu hanya bisa ku pandang dan ku
rasa lewat mimpi-mimpi yang akan selalu ku harapkan kehadirannya di setiap
malamku.
Ibu, Ayah, adik-adikku,
Aida, Ust. Ibrahim, dan semua teman-teman pondok Terang mBulan, sampai ketemu
esok, entah itu kapan.... Yang jelas, di Jogja ini, Aku bakal merindukan
kaliaaan..... Rama janji, akan kembali lagi ke Jombang dengan menggenggam
impian itu... Membawa gelar Master Sastra Arab