Cahaya Allah di Atas Hati

Cahaya Allah di Atas Hati
Jikalau hatimu gundah, Allah tempat menenangkan jiwa

Senin, 17 Desember 2012

Antara Jogja, Jombang dan Terang mBulan


            Kali ini, aku merantau guna memantapkan hati untuk melanjutkan study di kota pelajar Yogyakarta. Untuk beberapa tahun ke depan, Jogja akan selalu menemani hari-hariku lewat ilmu-ilmu baru yang akan selalu mengalir untukku tentunya. Tak terbesit di fikirku kalau takdir membawaku ke sebuah tempat yang menurutku akan sangat memberi pengalaman berharga. Betapa bahagianya Ibu ketika mendengar berita bahwa aku mendapatkan beasiswa untuk kuliah di sebuah Universitas Negeri di Jogja. Wajahnya tiba-tiba merah merona dan sedikit demi sedikit air matanya menetes membasahi wajahnya yang ayu. Aku mendekap erat Ibu sembari meluapkan kerinduan yang mungkin tak akan ku dapatkan setiap hari selama kepergianku ke Jogja. Ibuku sayang, jangan menangis Bu, anakmu yang paling bandel ini meminta restu Ibu, Izinkan Rama mewujudkan cita-cita nyata di kota baru yang telah siap menyambut kedatanganku.
            Berat memang, meninggalkan kampung halaman yang telah mendarah daging di hati kita. Terutama Ibu, Ibu yang setiap pagi memasakkan masakan terlezat yang pernah aku rasakan, sekarang aku harus memasak sendiri, tanpa mencium bau sedap masakan Ibu. Setiap pagi, ketika akan berangkat sekolah, selalu ku cium tangan Ibu dan Ibu yang selalu mendoakanku, sekarang... lagi-lagi aku harus mandiri dan tak ada sosok terhebat di sampingku. Air mataku mulai berlinang bersamaan dengan keberangkatanku menuju kota pelajar. Bus patas membawaku melaju cepat bersama hembusan angin sepoi-sepoi di malam benderang. Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB, langit malam itu begitu sempurna. Bulan purnama dan ribuan bintang-bintang menghiasi langit Madiun, Jawa Timur. Tak terasa, sudah 2 jam aku berada dalam bus bersama orang-orang yang ternyata satu tujuan denganku: Jogja. Begitu populernya kota itu, tak disangka, aku akan memasukimu Jogja, lewat kegigihanku memantapkan hati di kampus baru guna mewujudkaan cita-cita yang telah ku idam-idamkan, menjadi Master Sastra Arab yang berguna bagi orang lain. Amiin
             Ust. Ibrahim, seorang pimpinan pondok pesantren Terang mBulan di daerahku lah yang menjadi motivatorku. Beliau yang mengarahkanku untuk mendalami sastra Arab. Begitu indahnya huruf Arab dan makna di baliknya, membuatku ingin tahu lebih jauh dan mengkajinya secara mendalam. Sahabatku seiman dan seirama : Hafiz, Haidar, Ihwan tanpa kalian, hidup ini kurang berwarna. Kalian yang selalu membuat hari-hari yang t’lah kita lewati menjadi penuh canda tawa, senyuman, ke-gokilan , hahaha..... Kita yang selalu bergenggaman tangan- saling memberi dorongan semangat, tetaplah beristiqomah untuk ini, genggaman hati ini lebih kuat, meskipun ragaku berada di Jogja. Tetaplah kota Jombang sebagai awal dan akhir ku menyongsong perjuangan dan cita-cita. Sebuah pondokan di Jombang yang telah membuka mata hatiku, pondok pesantren Terang mBulan, di sana ku temukan berbagai sumber ilmu, inspirasi, semangat, bersama orang-orang luar biasa. Ramadhan akan selalu mengingat dan merindukan masa-masa itu.
Faida Mumtadz,  juga merupakan  motivasi nyata yang senantiasa menyibakkan hariku menjadi biru bak permadani Samudera.  Bayangkan, dialah sahabatku dari kecil yang selalu mensuport  keinginanku hingga detik ini. Ia sosok mengagumkan di mataku, lembut hatinya, bahkan ku pikir, tak pernah sedikitpun ia menyakitiku maupun orang lain di sekelilingnya. Pandangannya penuh keteduhan, wajah ayunya bercahaya. Aida, beruntungnya aku memiliki sahabat sebaik kamu. Terimakasih atas semua dukungan dan doa-doa yang selalu kau kirimkan kepadaku selama ini. Kau sudah seperti bagian dari hidupku yang selalu menaungi hari-hariku layaknya mentari sebagai penerang, bulan sebagai penyejuk malam dan awan layaknya penaung kesejukan jiwa. Aku tak tahu harus bagaimana membalas kebaikan dan ketulusanmu. Mungkin saat ini, hanya doa yang dapat ku berikan kepadamu lewat sayup-sayup syahdunya malam.
            Huhhff...ku hembuskan nafas sambil ku seka keringat yang menetes di pipi. Malam ini, entah mengapa mendadak ku merasa darah mengalir deras dari dalam tubuh dan udara begitu panas. Mungkin karena ada pergantian musim dalam kurun waktu yang tak lama lagi, atau mungkin karena kekhawatiranku akan sebuah kerinduan kampung halaman dan orang-orang hebat yang pernah mengisi hari-hariku ketika nanti telah ku injakkan kaki di Jogja. Aku yang selalu terbiasa hidup di tengah-tengah mereka, mulai besok, wajah-wajah penuh arti itu hanya bisa ku pandang dan ku rasa lewat mimpi-mimpi yang akan selalu ku harapkan kehadirannya di setiap malamku. 

Ibu, Ayah, adik-adikku, Aida, Ust. Ibrahim, dan semua teman-teman pondok Terang mBulan, sampai ketemu esok, entah itu kapan.... Yang jelas, di Jogja ini, Aku bakal merindukan kaliaaan..... Rama janji, akan kembali lagi ke Jombang dengan menggenggam impian itu... Membawa gelar Master Sastra Arab