Setangkai Mawar Merah (1)
Jalanan sangat macet pagi itu. Ditambah
asap-asap kendaraan yang mengepul, membumbung ke angkasa. Andra terbatuk-batuk
“Uhuk, uhuk ...astaghfirullah”. Jalanan benar-benar macet total. Terlambat
bangun membuat pekerjaanku kacau balau. Ada saja masalahnya. Ini itu, huuuhh.
Batin Andra, seorang pengusaha sukses sebuah perusahaan di Jakarta. Setumpuk
kegiatan senantiasa menanti dirinya. Semua itu ia lakoni layaknya air mengalir.
Tubuhnya kian kurus akibat tidak memperhatikan pola makannya. Setiap pagi meeting
sudah menanti, malamnya duduk di depan laptop. Tengah malam baru ia sejenak
tidur. Jam empat pagi bangun lagi, takut macet menghadangnya. Entah apa yang ada
dipikirannya, yang jelas, ia selalu berpenampilan rapi, menarik dan mukanya
selalu tersenyum ketika berpapasan dengan teman-temannya.
“Kriii...ng” tiba-tiba handphone Andra
berdering. Sambil menyetir mobil, ia merogoh handphone di saku celananya.
Tertera nama di sana “Pak Sukoco”, yang tidak lain adalah atasannya. Andra
panik, gawat, aku masih di jalan, mana jaraknya masih 10 km. Akh. Bisa 1 jam
aku baru sampai sana. Angkat nggak ya...huuffftt..Bismillah.... Akhirnya Andra
mengangkat telepon dari bos nya itu.
“Assalamu’alaikum...ada apa Pak?” Andra
mencoba tenang menjawab telepon dari pak Sukoco.
“Wa’alaikumussalam... Andra, kamu di
mana sekarang?”
“Maaf Pak, saya masih di jalan,
jalanan agak macet, ada apa ya pak?
“Ya sudah tidak apa-apa, aku hanya
mau tanya, apa kau punya keluarga di Lamongan?” Seketika itu Andra terkejut
bukan main. Ia tak menyangka bos nya menanyakan hal seperti itu. Lamongan???
Ada apa ini, sudah lama aku menanggalkan kenangan masa kecilku di sana. Untuk
apa ku ingat lagi??Aku kini telah menjadi orang penting. Semua bisa ku dapatkan
di sini, di Jakarta. Untuk apalagi aku mengingat Lamongan? Aku tak ingin
mengingat lagi kehidupan serba susahku dulu. Akhh,, tapi....mengapa Pak Bos
menanyakan kepada ku tentang daerah itu??Ada apa?? Hati Andra semakin
gundah. Ia terus dan terus menerka sesuatu entah itu apa. Sampai-sampai ia lupa
kalau sedang berbicara dengan bos di telepon.
“Ndra...kamu masih di sana kan?,
halo?”
“Eh,iya pak ..ee...tadi ada sedikit
masalah. Maaf, lalu bagaimana Pak?”
“Ya sudah, kamu ku tunggu di
ruanganku, ada hal yang harus ku bicarakan, penting !“
“Ya pak, saya segera ke sana.”
Nuuutt..nuutt.....telepon terputus. Batin Andra
masih bertanya-tanya. Apa yang
sebenarnya terjadi? Mengapa tiba-tiba Pak Sukoco bertanya Lamongan? Tentang
keluargaku? Akh, padahal aku sudah menyimpannya rapat-rapat.
Satu jam kemudian, Andra telah berada di
depan kantor. Dengan segera satpam membukakan pintu mobil mewah itu. Andra
keluar dari mobil dengan pakaian sangat rapi, sepatu mengkilat, dan tas besar
hitam ia jinjing layaknya seorang pejabat.
“Selamat pagi Pak” Sapa salah seorang
security, Pak Baiman, ramah dan sopan terhadap semua tamunya.
“Selamat pagi juga Pak Bai” Jawab Andra
dengan senyuman yang khas. Ia bergegas menuju ruang pimpinan, yang tak lain
adalah ruangan Pak Sukoco. Segera ia menekan tombol 4 di lift yang sedang ia
naiki. Hatinya masih gusar, deg-degan. Lamongan masih terbayang-bayang dalam
benaknya. Apa Pak Sukoco sudah tau identitasku yang sebenarnya? Lalu dia
akan memecatku dari kantor ini? Semoga bukan ini alasan dia menyuruhku masuk
ruangannya.
Andra melangkahkan kaki menuju ruangan itu.
Tok...tok...Ia mengetuk pintu dan berharap bos nya tidak marah karena
keterlambatannya masuk kantor.
Terdengar suara dari dalam ruangan .
“Masuk”
“Maaf Pak, saya terlambat, tadi...”
“Iya saya tahu, silahkan duduk.”
“Maaf, ada apa ya Pak?”
“Ini, bacalah dahulu, kau juga akan mengerti
nanti” Pak Sukoco menyerahkan selembar surat di atas materai. Hati Andra
semakin was-was. Apa jangan-jangan ini surat pemulanganku? Aku kan jarang
sekali telambat. Hmm, semoga ini hanya perasaanku. Bismillah........Andra
membuka surat itu pelan-pelan. Hatinya menjadi lebih tenang ketika membaca kop
surat tersebut. Alhamdulillah bukan surat pemulangan. Hmm,,kini ku bisa
bernapas lega. Tertera jelas isi surat itu, yaitu penggusuran rumah di
daerah Lamongan, yang tak lain adalah kompleks keluarga Andra. Ada kurang lebih
5 rumah yang akan digusur, termasuk rumah keluarga Andra. Ia terbelalak membaca
isi surat tersebut. Hatinya bergejolak. Apa?? Jadi selama ini, yang sering
dibahas Pak Sukoco saat meeting tentang rencana penggusuran rumah, ternyata
daerahku sendiri? Ada Bapak dan Ibu di sana. Apa yang harus aku lakukan??, niat
ku ingin menghilangkan kenanganku waktu kecil, tapi sekarang aku harus
berhadap-hadapan dengan masa itu. Ini pasti sangat menyakitkan. PENGGUSURAN.
Akh,,apa daya, ini perintah Ndra, kau tinggal menyuruh anak buah mu. Lalu,
bagaimana dengan Bapak, Ibu ?? Sudah 5 tahun aku tak pulang, sekarang aku harus
berhadapan dengan mereka. Bisa-bisa mereka menggangapku Malin Kundang. Aku tak
mau jadi Batu. Aku masih ingin bersenang-senang, menikmati dunia ini.
“Ndra, Andra” suara agak keras Pak Sukoco
membuyarkan bayangan Andra Hanggara yang sedang kalut. Sampai-sampai ia tak
mendengar panggilan Bos nya.
“Eh, iya Pak, jadi ini tentang masalah penggusuran
kemarin?”
“Iya, aku sudah memutuskan kalau titik
penggusurannya di daerah Asahan, Lamongan. Ini foto wilayah yang akan digusur,
kemarin aku sudah perintahkan beberapa orang untuk meninjau daerah itu,
bagaimana menurutmu?” Jawab Pak Sukoco sambil menyerahkan beberapa foto rumah
yang akan terkena penggusuran. Ini kan rumah ku dulu, cat nya masih berwarna
hijau muda, halamannya pun masih kosong, hanya ditumbuhi rerumputan. Akh, yang
benar saja. Aku benar-benar harus melakukan ini. Apa Bapak-Ibu sudah tahu
masalah ini??. Hati Andra bertambah bimbang. Ia menimbang-nimbang masalah
berat ini dengan pikirannya yang masih kalang-kabut.
Sore itu, Andra memutuskan untuk pulang lebih
awal, sedikit mencari udara segar di luar kantor. Besok adalah keputusan
terbesarku mengenai perintah dari Pak Bos. Jika aku menerima, maka penggusuran
itu akan benar-benar dilakukan. Tapi jika aku menolak, hmm apa jadinya? Sudah
selama sebulan ini Aku dan orang-orang kantor membahas tentang penggusuran
lahan tempat tinggal. Aku selalu ikuti agenda-agenda rapat tersebut. Tapi
kenapa aku tak tahu kalo lokasi penggusuran itu adalah tempat tinggalku
sendiri?? Akh, benar apa kata pepatah, dunia memang sempit. Aku anak tak tahu
diri, tak tahu di untung. Melupakan kenangan di Lamongan begitu saja. Apa yang
sudah aku lakukan?. Andra menggeleng-gelengkan kepalanya. Seketika itu ia
menghentikan mobilnya di toko kue. Segera ia memarkirkan mobilnya dan masuk ke
dalam toko. Beberapa menit kemudian, setelah dirasa cukup, ia pun kembali ke
mobil. Setiap hari ia selalu mampir ke toko kue langganannya. Ingat akan
teman-teman kantornya yang sekedar mampir ke rumahnya, sehingga ia harus
mempunyai cukup persediaan makanan. To be continue... [fictionalstory_by.Fwf]